Selasa, 14 Februari 2012

Melody Khayalan



            Padahal aku tak mengenalnya. Gak tau siapa namanya, gak tau anak sekolah mana, apalagi umurnya berapa. Tapi aku sangat tertarik dengannya dan dengan ruko lusuh dan terlihat menyeramkan itu yang bersebrangan dengan rumahku.

            Disuatu siang yang cerah. Matahari bersinar terang. Suara kendaraan yang lalu lalang terdengar jelas. Udara panaspun membuatku tak tahan lagi untuk segera membuka jendela lebar-lebar. Senangnya merasakan semilir  angin yang berhembus pelan. Dan langsung saja mataku tertuju ke sebuah sosok di seberang sana yang sedang serius memainkan pianonya. Aku baru menyadari kalau ada anak laki-laki yang kira-kira sebaya dengan ku tinggal di ruko tua itu. Poninya yang agak panjang menjuntai dan beralun-alun seperti mengikuti irama piano yang sedang dimainkan. Tetapi, lagu apakah yang sedang di mainkannya? Aku tak bisa mendengarkannya dari sini. Sepertinya, ruangan tempatnya memaikan piano itu kedap udara, karena aku sama sekali tak menemukan jendela ruko itu yang kira-kira bisa dibuka.

          Cukup lama aku memerhatikan laki-laki yang sedang asik dengan buku yang sepertinya not lagu dan pianonya itu. Wajahnya yang lumayan tampan itu sesekali terlihat kesal, terkadang tersenyum puas. Bermacam-macam ekspresi yang di tunjukkannya. Entah kenapa aku rasa dia pintar sekali dalam memaikan piano. Dan mungkin dia adalah seorang pianis hebat yang sedang latihan untuk konsernya. Haha.. Hanya menduga sih. Gak tau yang benernya gimana.

          Esoknya aku melihat kembali ke ruko itu. Hari masih sangat pagi. Dan ternyata aku tak bisa menemukan apapun di sana. Tirai berwarna gelap menutup penuh jendela itu. Entah kenapa hatiku terasa sangat kecewa. Kemana perginya anak laki-laki itu. Tak lama aku mendengar pintu ruko yang ada di lantai satu berderik keras. Ada yang keluar dari dalam ruko. Dan ternyata anak laki-laki itu. Jantung ku berdegup keras. Dia mengenakan kemeja putih dengan lambang sekolah yang.. Hmm.. Aku gak tau seragam sekolah apa itu. Belum sempat aku membuka jendela dan  ingin memanggilnya, dia sudah pergi dan melesat cepat dengan sepeda gunungnya.

           Hatiku benar-benar penuh dengan rasa penasaran. Sepulang sekolah aku langsung memerhatikan tempat dimana kemarin aku melihat anak laki-laki itu memainkan pianonya. Tapi jendela ruko itu masih tertutup rapat dengan tirai. Lama ku tunggu. Berharap tirai itu segera terbuka. 1 jam, 2 jam, tak ada apa-apa. Dan aku masih mengenakan seragam sekolah ku. Disaat aku mulai mengantuk, tirai itu terbuka! Dia! Piano Boy itu! Luar biasa senang hatiku bisa melihat dia kembali bermain piano, walaupun aku gak bisa mendengarkan alunan musik apa yang dimainkannya.Beberapa hari kemudian, aku baru menyadari kalau dia akan bermain piano setiap pukul 2 siang dan dia tak akan muncul setiap hari jumat.Memerhatikannya sudah menjadi rutinitas ku. Dan masih tidak ada ikatan apa-apa diantara kami. Aku memang tau dia, hanya tau sosoknya, tapi aku gak tau namanya. Sedangkan dia, sama sekali gak tau aku. Permainan pianonya terlihat hebat. Akupun mulai mengarang-ngarang lagu yang kira-kira dimainkannya, padahal aku sama sekalli gak tau apa-apa tentang lagu yang dimainkanya. Tapi aku menikmatinya. Permainan piano yang indah...

             Hari terus berlalu. Dan Piano Boy, panggilan yang seenaknya ku ciptakan, masih tetap rutin bermain piano. Dan tiba di suatu pagi di hari minggu. Saat aku baru pulang dari jogging pagi, tanpa sengaja aku melihatnya baru masuk kedalam gedung ruko itu, dan membiarkan pintu besar ruko itu terbuka lebar. Kakiku seolah bergerak sendiri mengikutinya masuk. Dengan langkah perlahan aku membututinya. Dia tak menyadari keberadaanku. Menaiki tanggan yang catnya sudah tak jelas lagi berwarna apa, dan sangat sunyi. Aku rasa, hanya ada aku dan dia di dalam ruko ini. Lalu dia berhenti sejenak di ujung tangga. Aku bersembunyi di balik pegangan tangga. Terlihat dia seolah-olah mencari sesuatu di dalam tas ranselnya. Ternyata kunci, kunci untuk membuka pintu yang lumayang tinggi yang terbuat dari kayu itu. Saat di buka, pintu itu berderik pelan, dan Piano Boy menghilang di dalamnya. Namun aku heran, pintu itu di biarkannya terbuka. Dan bunyi piano mulai mengalun pelan.

           Melody itu?! Aku terkejut bukan main. Melody yang aku bayangkan, yang selama ini aku khayalkan saat melihatnya bermain piano. Seolah terhipnotis, tanpa sadar aku sudah berada di depan pintu tua itu, berdiri kaku sekaligus terpesona melihatnya yang sedang bermain piano dengan serius, dan tak memperdulikan terpaan matahari pagi yang menyilaukan matanya."Jangan berdiri aja di situ. Masuklah dan duduk di kursi itu." tiba-tiba di berbicara kepadaku setelah menghentikan permainan pianonya. Dia tersenyum ramah. Ternyata wajahnya lebih tampan dari pada yang ku lihat dari jendela kamarku. Akupun menurut, dan duduk di sebuah kursi yang berada tepat di belakang ia duduk. Aku masih terdiam, tak tau mau ngomong apa. Setelah tersenyum ramah kepadaku, dia melanjutkan memainkan pianonya dengan bersemangat sambil memejamkan mata. Masih melody yang sama seperti tadi. Apa dia sudah hafal dengan not piano yang ia mainkan? Hebat sekali pikirku. Sesekali di sela permainannya, dia menyempatkan diri menoleh dan tersenyum kepadaku.

            "Sama." tanpa sadar mulutku melontarkan sebuah kata itu. Dia berhenti, dan berputar menghadapku. Aku terkejut.
            Dia bertanya, "Apanya yang sama?"
           Karena ditanya aku menjawab, "Melody yang kamu mainkan, sama dengan melody yang aku khayalkan saat melihat kamu bermain piano itu."
            Dia tertawa keras, aku merasa sedkit tersinggung. Apanya yang lucu dari perkataanku. "Hoh.. Maaf maaf.. Jadi bukan baru kali ini aja kamu melihat ku bermain piano?"
           Aku mengangguk pelan.
           Dan wajahnya terlihat merah karena menahan ketawa. Lalu dia diam beberapa saat, dan memelototi wajahku, lekat sekali. Aku salah tingkah di buatnya.
          "Kamu anak yang tinggal di rumah yang di depan itu ya?" tanya nya kemudian.
          Aku mengangguk lagi.
        "Oh.. Pantesan.. Aku pernah melihat mu melongok dari jendela atas pagi-pagi masih dengan mengenakan piama." Ucapnya sambil tersenyum lucu.
          Wajahku memerah karena malu. Dia tertawa pelan, dan kembali menghadap pianonya, dan menekan tuts hitam-putihnya berirama. Sejak itu kami jadi dekat, dan aku tidak lagi mellihatnya bermain piano dari jendela kamarku. Karena aku bisa berada di tempat terdekat di sampingnya.

         Oh ya. Namanya Ano. Dia hanya tertawa saat aku mengatakan kalau nama ku dan namanya di gabungkan akan membentuk satu kata yang sudah tak asing lagi. PIANO. Yaa.. Namaku Pia. Sebenarnya itu hanya nama kecil dari namaku yang sebenarnya, Nephia. Dia bilang "Berarti kita jodoh.." dengan wajah iseng. Ternyata dia orang yang sangat humoris, tetapi langsung berubah sangat serius kalau berbicara soal piano dan not piano.

          Di hari Rabu minggu depan dia akan mengikuti Konser Piano yang di ikuti seluruh pianis muda yang ada di kota kami. Dia mendapatkan 1 tiket VIP, dan dia memberikannya padaku. Aku sangat senang. Di tambah lagi dia mengatakan "Aku gak akan mulai memainkan lagu itu, sebelum kamu datang, karena lagu itulah yang mempertemukan kita." Sungguh mengharukan.  Gak mungkin. Aku gak mungkin gak datang. Karena dia telah menjadikan Melody Khayalanku menjadi kenyataan...

END...
Nurul B.S

(Cerita ini aku melanjutkannya dalam bentuk Novel - Insya Allah. Doain lancar yaa :3 )



Tidak ada komentar:

Posting Komentar