Padahal aku tak mengenalnya. Gak tau siapa namanya, gak tau anak
sekolah mana, apalagi umurnya berapa. Tapi aku sangat tertarik dengannya
dan dengan ruko lusuh dan terlihat menyeramkan itu yang bersebrangan
dengan rumahku.
Disuatu siang yang cerah. Matahari
bersinar terang. Suara kendaraan yang lalu lalang terdengar jelas. Udara
panaspun membuatku tak tahan lagi untuk segera membuka jendela
lebar-lebar. Senangnya merasakan semilir angin yang berhembus pelan.
Dan langsung saja mataku tertuju ke sebuah sosok di seberang sana yang
sedang serius memainkan pianonya. Aku baru menyadari kalau ada anak
laki-laki yang kira-kira sebaya dengan ku tinggal di ruko tua itu.
Poninya yang agak panjang menjuntai dan beralun-alun seperti mengikuti
irama piano yang sedang dimainkan. Tetapi, lagu apakah yang sedang di
mainkannya? Aku tak bisa mendengarkannya dari sini. Sepertinya, ruangan
tempatnya memaikan piano itu kedap udara, karena aku sama sekali tak
menemukan jendela ruko itu yang kira-kira bisa dibuka.
Cukup
lama aku memerhatikan laki-laki yang sedang asik dengan buku yang
sepertinya not lagu dan pianonya itu. Wajahnya yang lumayan tampan itu
sesekali terlihat kesal, terkadang tersenyum puas. Bermacam-macam
ekspresi yang di tunjukkannya. Entah kenapa aku rasa dia pintar sekali
dalam memaikan piano. Dan mungkin dia adalah seorang pianis hebat yang
sedang latihan untuk konsernya. Haha.. Hanya menduga sih. Gak tau yang
benernya gimana.
Esoknya aku melihat kembali ke ruko itu.
Hari masih sangat pagi. Dan ternyata aku tak bisa menemukan apapun di
sana. Tirai berwarna gelap menutup penuh jendela itu. Entah kenapa
hatiku terasa sangat kecewa. Kemana perginya anak laki-laki itu. Tak
lama aku mendengar pintu ruko yang ada di lantai satu berderik keras.
Ada yang keluar dari dalam ruko. Dan ternyata anak laki-laki itu.
Jantung ku berdegup keras. Dia mengenakan kemeja putih dengan lambang
sekolah yang.. Hmm.. Aku gak tau seragam sekolah apa itu. Belum sempat
aku membuka jendela dan ingin memanggilnya, dia sudah pergi dan melesat
cepat dengan sepeda gunungnya.
Hatiku benar-benar penuh
dengan rasa penasaran. Sepulang sekolah aku langsung memerhatikan tempat
dimana kemarin aku melihat anak laki-laki itu memainkan pianonya. Tapi
jendela ruko itu masih tertutup rapat dengan tirai. Lama ku tunggu.
Berharap tirai itu segera terbuka. 1 jam, 2 jam, tak ada apa-apa. Dan
aku masih mengenakan seragam sekolah ku. Disaat aku mulai mengantuk,
tirai itu terbuka! Dia! Piano Boy itu! Luar biasa senang hatiku bisa
melihat dia kembali bermain piano, walaupun aku gak bisa mendengarkan
alunan musik apa yang dimainkannya.Beberapa hari kemudian, aku baru
menyadari kalau dia akan bermain piano setiap pukul 2 siang dan dia tak
akan muncul setiap hari jumat.Memerhatikannya sudah menjadi rutinitas
ku. Dan masih tidak ada ikatan apa-apa diantara kami. Aku memang tau
dia, hanya tau sosoknya, tapi aku gak tau namanya. Sedangkan dia, sama
sekali gak tau aku. Permainan pianonya terlihat hebat. Akupun mulai
mengarang-ngarang lagu yang kira-kira dimainkannya, padahal aku sama
sekalli gak tau apa-apa tentang lagu yang dimainkanya. Tapi aku
menikmatinya. Permainan piano yang indah...
Hari terus
berlalu. Dan Piano Boy, panggilan yang seenaknya ku ciptakan, masih
tetap rutin bermain piano. Dan tiba di suatu pagi di hari minggu. Saat
aku baru pulang dari jogging pagi, tanpa sengaja aku melihatnya baru
masuk kedalam gedung ruko itu, dan membiarkan pintu besar ruko itu
terbuka lebar. Kakiku seolah bergerak sendiri mengikutinya masuk. Dengan
langkah perlahan aku membututinya. Dia tak menyadari keberadaanku.
Menaiki tanggan yang catnya sudah tak jelas lagi berwarna apa, dan
sangat sunyi. Aku rasa, hanya ada aku dan dia di dalam ruko ini. Lalu
dia berhenti sejenak di ujung tangga. Aku bersembunyi di balik pegangan
tangga. Terlihat dia seolah-olah mencari sesuatu di dalam tas ranselnya.
Ternyata kunci, kunci untuk membuka pintu yang lumayang tinggi yang
terbuat dari kayu itu. Saat di buka, pintu itu berderik pelan, dan Piano
Boy menghilang di dalamnya. Namun aku heran, pintu itu di biarkannya
terbuka. Dan bunyi piano mulai mengalun pelan.
Melody itu?! Aku terkejut
bukan main. Melody yang aku bayangkan, yang selama ini aku khayalkan
saat melihatnya bermain piano. Seolah terhipnotis, tanpa sadar aku sudah
berada di depan pintu tua itu, berdiri kaku sekaligus terpesona
melihatnya yang sedang bermain piano dengan serius, dan tak
memperdulikan terpaan matahari pagi yang menyilaukan matanya."Jangan
berdiri aja di situ. Masuklah dan duduk di kursi itu." tiba-tiba di
berbicara kepadaku setelah menghentikan permainan pianonya. Dia
tersenyum ramah. Ternyata wajahnya lebih tampan dari pada yang ku lihat
dari jendela kamarku. Akupun menurut, dan duduk di sebuah kursi yang
berada tepat di belakang ia duduk. Aku masih terdiam, tak tau mau
ngomong apa. Setelah tersenyum ramah kepadaku, dia melanjutkan memainkan
pianonya dengan bersemangat sambil memejamkan mata. Masih melody yang
sama seperti tadi. Apa dia sudah hafal dengan not piano yang ia mainkan?
Hebat sekali pikirku. Sesekali di sela permainannya, dia menyempatkan
diri menoleh dan tersenyum kepadaku.
"Sama." tanpa sadar mulutku melontarkan sebuah kata itu. Dia berhenti, dan berputar menghadapku. Aku terkejut.
Dia bertanya, "Apanya yang sama?"
Karena
ditanya aku menjawab, "Melody yang kamu mainkan, sama dengan melody
yang aku khayalkan saat melihat kamu bermain piano itu."
Dia tertawa
keras, aku merasa sedkit tersinggung. Apanya yang lucu dari perkataanku.
"Hoh.. Maaf maaf.. Jadi bukan baru kali ini aja kamu melihat ku bermain
piano?"
Aku mengangguk pelan.
Dan wajahnya terlihat merah karena
menahan ketawa. Lalu dia diam beberapa saat, dan memelototi wajahku,
lekat sekali. Aku salah tingkah di buatnya.
"Kamu anak yang tinggal di
rumah yang di depan itu ya?" tanya nya kemudian.
Aku mengangguk
lagi.
"Oh.. Pantesan.. Aku pernah melihat mu melongok dari jendela atas
pagi-pagi masih dengan mengenakan piama." Ucapnya sambil tersenyum lucu.
Wajahku memerah karena malu. Dia tertawa pelan, dan kembali menghadap
pianonya, dan menekan tuts hitam-putihnya berirama. Sejak itu kami jadi
dekat, dan aku tidak lagi mellihatnya bermain piano dari jendela
kamarku. Karena aku bisa berada di tempat terdekat di sampingnya.
Oh ya.
Namanya Ano. Dia hanya tertawa saat aku mengatakan kalau nama ku dan
namanya di gabungkan akan membentuk satu kata yang sudah tak asing lagi.
PIANO. Yaa.. Namaku Pia. Sebenarnya itu hanya nama kecil dari namaku
yang sebenarnya, Nephia. Dia bilang "Berarti kita jodoh.." dengan wajah
iseng. Ternyata dia orang yang sangat humoris, tetapi langsung berubah
sangat serius kalau berbicara soal piano dan not piano.
Di
hari Rabu minggu depan dia akan mengikuti Konser Piano yang di ikuti
seluruh pianis muda yang ada di kota kami. Dia mendapatkan 1 tiket VIP,
dan dia memberikannya padaku. Aku sangat senang. Di tambah lagi dia
mengatakan "Aku gak akan mulai memainkan lagu itu, sebelum kamu datang,
karena lagu itulah yang mempertemukan kita." Sungguh mengharukan. Gak
mungkin. Aku gak mungkin gak datang. Karena dia telah menjadikan Melody
Khayalanku menjadi kenyataan...
END...
Nurul B.S
(Cerita ini aku melanjutkannya dalam bentuk Novel - Insya Allah. Doain lancar yaa :3 )
END...
Nurul B.S
(Cerita ini aku melanjutkannya dalam bentuk Novel - Insya Allah. Doain lancar yaa :3 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar