Aku bisa merasakan keringat dingin meleleh di dahiku. Anak-anak
sekelas mulai krasak-krusuk, berbisik bisik tetangga ngeliat kami.
"Uuh...
Ke, kenapa, Lang?" aku memberanikan diri buat bertanya. Aku bisa
ngerasain cengkraman kuat tangan Dila di kemeja osis ku.
"Aku..." Galang tampak bingung. Dia menggerakkan bola matanya ke sana kemari. "Aku mau ke kantin. Kamu mau ikut?"
Waaaah...
Walaupun gak kenceng-kenceng amat, aku bisa dengar anak-anak sekelas pada berseru tak percaya.
Galang ngajak aku ke kantin?! Tapi syukur deh, dia bukan nyamperin kami cuma gara-gara ketahuan kami lagi ngomongin dia.
"Aku..."
Aku menoleh ke Dila. Dengan cepat Dila geleng-geleng kepala,
menyarankan kalo aku lebih baik nolak ajakan Galang. "Gak deh, Lang. Kan
masih jam pelajaran. Entar kalo ketahuan guru piket, kita bisa kenak."
tolakku halus.
Galang menyimak tiap ucapanku dengan serius."Gitu
ya..." Dia melihat jam dinding kelas yang tergantung tepat di atas papan
tulis. Padahal dia pake jam tangan, ngapain pake liat jam dinding
segala. Aku mengulum tersenyum. Galang lucu juga.
"Hmm... Ya udah deh kalo gitu. Lain kali aja." dengan santai ia melenggang ke bangkunya dan mulai tidur lagi.
Seketika suasana tegang tadi, mulai relaks kembali.
Aku
yakin, dengan aksi Galang tadi kali ini aku bakal jadi bahan gosip
anak-anak sekelas. Dan yang paling parah, bisa jadi gosip satu sekolah.
Siapa sih yang gak kenal Galang? Dulu aku bisa dengan cepat ngejawab, AKU!! Dulu aku memang hampir gak kenal Galang. Ngobrol aja gak pernah,
gimana mau kenal.?! Tapi sejak kejadian "kucing" itu aku baru kenal dia.
Dan mungkin aku juga akan di kenal sama seluruh penghuni sekolah.
"Kamu pasti di kira punya hubungan sama Galang, Na. Aku cuma bisa bilang ati-ati aja deh." dengan muka horor Dila mengatakannya.
Apa ini "ati-ati" yang di maksud Dila?
Kini
aku di kepung sama anak-anak cowok yang entah kelas berapa aja. Ada 5
orang. Padahal aku cuma niat mau pipis, kenapa harus di kepung kayak
maling gini?
"Kamu siapanya Galang?" salah satu cowok berambut jigrak mendekatiku. Di mendekatkan mukanya ke mukaku. ukh! Mulutnya bau!
"Aku temen sekelasnya Galang. Kenapa?" dengan santai aku menjawab.
Cowok-cowok itu kini saling pandang.
"Yang
bener cuma temen sekelas?" kini cowok berhidung pesek mendekatiku, dan
meninju dinding di belakangku. Aku kaget! Kirain mau nonjok mukaku.
"Bener bang." Jawabku sok-sok ketakutan, biar mereka cepet pergi. Dari pada aku nantang, entar malah makin ribet masalahnya.
"Bang!
Bang! Kamu pikir aku abang tukang ojek apa?!" bentaknya tepat di
mukaku. Yee... emang mukamu kayak tukang ojek, gerutuku dalam hati.
Untung aja gak kepipis dalam celana karena kaget. Malahan kebelet
pipisku ilang.
"Woi! Mau aku laporin ke guru BP ya kalian?" Suara berat yang berteriak itu...
Dari
gelagatnya Galang lagi memanggil-manggil seseorang atau beberapa orang
dan menunjuk ke tempat aku berada. Anak-anak sangar yang tadinya
mengerubungiku, udah pada ngibrit lari. Lalu, dengan langkah lebar,
Galang ke tempatku.
Lho? Kayaknya tadi dia manggil-manggil orang deh? kok sekarang sendiri aja?
"Kamu gak apa-apa?" Galang mencengkram bahuku. Mukanya tampak kawatir.
"Gak apa-apa kok. Kamu sendiri ya? Mana Pak Gugun?"
Galang mengkerutkan alisnya bingung. "Pak Gugun?"
"Tadi kamu nyebut-nyebut guru BP."
Galang tampak bingung sejenak, lalu ketawa. "Itu cuma bo'ongan. Tadi cuma buat menggertak mereka aja."
Waaah... muka Galang pas lagi ketawa cakep banget! Sesaat aku terkesima.
"Ng? Kamu yakin gak apa-apa? Mereka ada nyakitin kamu gak?" Galang melihat-lihat ke badanku.
"Gak kok. Gak apa-apa. Makasih ya." ucapku tulus
Galang Diam.
"Ke kelas yuk." Aku menarik tangan Galang. Tapi Galang malah diam terpaku.
Lha? Kenapa nih anak? Dia malah memandang tanganku yang menggandeng tangannya. Ah!
"Maaf! Maaf... Aku refleks." cepat-cepat aku melepaskan tanganku. Aduuh... Marah ya dia?
"Kamu gak takut sama aku?" Galang menatapku tajam. Aku sedikit merinding di buatnya. Mata Galang memang tajam banget, tapi...
"Gak kok. Kalo kamu cicak, baru aku takut." Garingkah leluconku barusan? Galang sama sekali gak bereaksi.
"Kamu samain aku sama cicak?"tanyanya kemudian.
"Gak! Gak! Bukan gitu maksud aku, itukan cuma..."Aku kembali terkesima saat Galang tertawa.
"Haha... Gak usah segitu paniknya juga kali. Aku cuma bercanda." Ucapnya sambil menahan tawa.
Aku ngikut ketawa juga.
Galang tersenyum. "Makasih ya."
Baru
aja aku mau nanyak, makasih buat apa? Tapi Galang udah ngeloyor pergi.
Aku kira di bakal pergi ke tempat lain, ternyata ke kelas. Tapi tetep
aja, kebanyakan tidur dari pada meleknya kalo di kelas.
"Galang sekarang jarang bolos ya." Ucap Bu Tuti. Dia memandang Galang dengan tatapan kagum.
Galang cuma mengangguk dengan mata sayu.
"Itu karena Ana." bisik Dila.
Aku menyenggol sikunya kesal. Kok aku?!
"Kamu di taksir sama preman sekolah, Na." Bisik Dila lagi.
Ampun
deh!! Rasanya pengen banget nyubit mulut usil Dila. Dia gak tau apa,
tiap kata yang keluar dari mulutnya entah kenapa berefek banget buat
aku.
Bila ada kesempatan, aku mencubit pipinya gemas. Dila cuma bisa meringis.
Di taksir Galang? Gak deh kayaknya. walaupun preman, Galangkan cakep, gak mungkin suka sama cewek biasa-biasa aja kayak aku ini.
BRAAKK!!
Galang menggebrak meja dengan kasar. Lalu dengan muka marah dia keluar kelas komplit dengan anak buahnya.
Sebelum
bel istirahat bunyi, segerombolan cowok memang udah nangkring di depan
kelas. Setelah Bu Tuti minggat, barulah mereka menyerbu masuk ke kelas.
Anak-anak sekelas lebih milih kabur keluar kelas, karena takut terlibat
masalah ngeliat Galang and The Genk udah pada ngumpul.
Aku cuma
sempat ngedenger salah satu cowok dengan badan sedikit gemuk berteriak
panik dan berjalan cepat ke meja Galang. "Lang! Gawat, Lang!"
Lalu
dengan bergerombolan mereka membuka 'rapat'. Krasak krusuk memang, tapi
aku gak bisa nangkep apa yang lagi mereka omongin sampe muka Galang
mendadak merah padam karena marah.
"Kak. Ada temen kakak nyariin tuh!" Nino, adik cowokku muncul tiba-tiba di dapur.
"Siapa?" Tanyaku tanpa menoleh sedikitpun dari ikan yang lagi kumutilasi.
"Gak
tau. Nino gak pernah liat mukanya. Yang pasti mukanya memar-memar kayak
abis di pukul gitu." ucap Nino santai sambil mencomot kentang goreng
yang baru aku goreng tadi.
Memar? Galang!
Cepat-cepat aku berlari ke depan rumah. Tampak Galang yang tertunduk lesu duduk di atas motornya.
"Kenapa?" tanyaku kawatir. Mukanya memar-memar. sudut bibirnya berdarah. Seragamnya juga kotor banget. Pasti abis berantem.
"Sori ya tadi gak ikut piket." ucapnya dengan muka sedih. Cuma karena itu dia datang ke sini?
"Gak apa-apa kok. Tanpa kamu juga beresi. Biasanya juga gitu kan."
Duh! Kayaknya aku salah ngomong deh. Muka lusuh Galang makin tampak keruh mendengar ucapanku.
"Maaf, Lang. Aku gak bermaksud..." Aku menelan ludah sejenak. "Masuk dulu yuk. Di luar panas banget nih."
Galang diam. Lalu turun dari motornya.
"Yuk
kak, makan dulu." Ajak Nino ke Galang setelah beres ngobatin luka
Galang yang ternyata bukan cuma di muka itu. Karena aku sibuk masak buat
makan siang, jadi Ninolah yang ngobatin luka Galang.
"Kakak cowoknya Kak Ana ya?" tanya Nino di sela-sela makan kami. Hampir aja Galang tersedak. Apa lagi aku.
"Jangan ngomong sembarangan, Nino!" Aku mencubit lengan Nino gemas. Nino cuma cengengesan.
"Cuma
temen." Jawab Galang sambil menegak air putih. "Oh ya, makasih ya."
sambungnya sambil menunjuk luka yang udah berpetadin di mukanya. Nino
cuma mengangguk sambil tersenyum.
Baru kali ini aku makan siang
bertiga. Paling gak sedikit ramelah, kalo di banding dengan biasanya.
Biasanya aku cuma makan berdua dengan Nino. Sarapan, Makan siang, sampe
makan malam. Nino gak pernah makan di luar. Kalo dia makan di luar,
pasti aku di ajaknya. Gimana gak, keluarga kami ya cuma kami berdua ini.
Kamipun hidup dari hasil kerja berdua. Makanya kami sangat bersyukur
kalo dapat bantuan dari sanak saudara.
"Ibu sama Ayah udah meninggal, Kak." jawab Nino santai. Galang yang bertanya tampak tak enak.
"Santai
aja, kak." Nino cengengesan. "Makanya, kakak sering-sering main ke sini
ya." Nino menyodorkan tinjunya ke Galang. Galang meninju pelan kepalan
tangan Nino. Sejak kapan mereka jadi sohibpan gini?!
"Makasih ya." Ucap Galang sambil naik kemotornya. Sangking keasikan main PS sama Nino, Galang kesorean di rumahku.
"Masakanmu juga enak." Galang tersenyum ramah padaku.Aku membalas senyumnya dan mengangguk.
"Ya udah, aku pulang dulu ya." Galang menutup kaca helmnya, dan siap pergi.
"Ah! Anu, Lang..."
"Apa?"
Galang membuka lagi kaca helmnya.Mata itu.. Mata tajam itu kini
menatapku. Entah kenapa aku ngerasa mata tajam Galang justru bisa
menenangkan aku. Seoalh mata itu ngelindungin aku dari bahaya.
"Ng... Hati-hati ya." Pengenya bilang 'hati-hati ya, jangan berantem lagi.' Tapi siapa aku ngomong gitu ke Galang.
"Oh! Oke. Dagh!" Galang berlalu pergi.
Aku menghela nafas. Kok rasanya sesak banget ya...
Langit
mendung. Kayaknya mau ujan nih. Aku mesti cepet-cepet sampe rumah. Nino
juga udah bawel sms-sms terus dari tadi, supaya aku cepet pulang.
"Hai
manis..."Aduh! Siapa nih main colek-colek aja. Aku berjalan lebih cepat
waktu dua laki-laki bertampang seram itu mulai mencolek-colek lenganku.
Dari celananya, kayaknya anak SMA. Tapi gak tau anak SMA mana nih.
"Sombong amat sih!" Salah satu dari mereka menarik tanganku, dan menyentakku ke tanah. Pas banget pantatku mendarat ke tanah.
"Eh! Jangan kurang ajar ya! Aku teriak nih!" Aku berdiri sambil melempar batu yang aku pungut pas jatuh tadi, dan melemparnya ke arah mereka. Tapi ternyata dapat dengan mudah di elaknya.
"Teriak
aja! Jalan lagi sepi gini kok."Aku memandang sekitarku. Memang sepi
banget. Hari mau ujan gini, orang pada ogah keliar rumah. Mana ini lagi
di lorong, bukan di jalan raya.Aku mulai ketakutan, waktu cowok yang
badannya agak kurus menarik tanganku, dan berusaha memelukku. Dengan
sekuat tenaga aku meninju mukanya. Dia mengaduh lalu tersungkur ke
tanah. Hebat juga aku ternyata!
Lalu kemudian aku ngerasa leherku di rangkul dari belakang. Waktu aku udah siap-siap menyikut perutnya, dia berteriak, "Ini aku, Ana!"
Aku berusaha memutar kepalaku ke belakang. Hujan mulai turun...
"Oh
Galang rupanya! Mau jadi pahlawan ya? Pahlawan kehujanan! Haha..."
cibir cowok yang bertubuh agak gede. Cowok kurus yang tersungkur karena
tinjuku, kini udah berdiri dan ikut ketawa garing.
"Jangan
macem-macem kalian! Pergi sana!" bentak Galang garang sambil
membimbingku ke belakang punggungnya. Sosok Galang dari belakang,
menghadap matahari yang semakin hilang di telan awan, sangat
mengagumkan.
"Heh Galang! Kamu tuh sendirian ngelawan kami berdua,
gak bakal men... ADUH!!" Cowok berbdan gede itu mengaduh waktu
kepalanya ketimpuk batu. Dengan gusar dia menoleh ke belakang.
Nino! dan... Nino sama siapa aja tuh? Rame amat. Pada bawa kayu pulak. Aku melotot tak percaya.
"Pergi
sana kalo gak mau mati!" Bentak Nino gak kalah garang dari galang.
Ngeliat armada Nino yang menang jumlah, dua cowok tadi ngacir ketakutan.
"Ini temen-temen Nino , kakakku..." Jawab Nino manja sambil duduk di sofa tepat di sampingku. Hari ini rumahku rame anak-anak cowok!
"Mereka
mau main ke sini, makanya Nino nyuruh kakak cepet-cepet pulang." lanjut
Nino. "Pas mau nyusul kakak, malah ketemu kakak sama Kak Galang lagi di
ganggu preman, makanya kami cepet-cepet bantuin kalian."
Mau nyusul aku? Satu rombongan gitu? dasar Nino!, batinku tak percaya.
"Oh.."
Jawabku singkat. Walaupun cuma beda 1 tahun di bawahku, Nino gak
sekolah di sekolah yang sama denganku. Dia lebih milih sekolah kejuruan,
supaya cepet dapet kerja katanya.
Temen-temen Nino ramah-ramah.
Sekarang mereka lagi sibuk ngerjain tugas sekolah mereka di ruang tamu.
Dan aku duduk di teras dengan Galang.
Hening... Hanya suara hujan mengiringi diam kami.
"Kamu gak takut sama aku?" tanyanya kemudian memulai percakapan. Pertanyaan itu lagi...
Aku
menghela nafas. "Awalnya..." Aku menyeruput teh hangatku sedikit.
"Waktu ngedenger gosip-gosip tentangl kamu, aku memang takut." Aku
menoleh, membalas tatapan Galang. "Tapi sekarang gak lagi kok. Kamu udah
aku anggap temen aku sendiri."
Galang tampak tak yakin."Tapi, aku
udah ngelibatin kamu dalam bahaya. Orang-orang tadi pasti..." Galang
seperti tak mampu buat ngelanjutin kalimatnya.
"Mereka tadi musuh kamu?"
"Iya." Galang memalingkan mukanya, menatap aliran air hujan yang jatuh dari atap rumahku. "Dan orang-orang yang kemarin juga."
Orang-orang
yang kemarin? aku berusaha mengingat-ngingat. Maksudnya anak-anak yang
mengepungku pas aku mau pipis itu ya? ya! Mungkinlah!
"Aku gak yakin, sekarang kamu bisa tenang kayak dulu lagi." Galang menunduk. "Maafkan aku, Na." ucapnya lirih.
"Minta maaf buat apa? Kamu gak salah apa-apa, Lang."
"Gak buat salah gimana?!" Suara Galang sedikit meninggi. Aku tersentak kaget.
"Sori..." Galang
meraih teh hangat di atas meja di sampingnya, dan meminumnya
sedikit. "Coba aja aku gak berusaha ngedeketin kamu, kamu pasti bakal
aman terus. Maafin aku, Na." Galang tak berani menatapku. Tampak
penyesalan di mukanya.
"Kamu minta maaf juga percuma kan?"
Galang menatapku dengan alis berkerut.
Aku
tersenyum."Dengan kamu minta maaf, musuh-musuh kamu itu gak akan diem
juga kan? Udahlah, Lang. Udah terlanjurkan? Kita juga udah deket, jadi
usahamu berhasil."
Galang masih menatapku tak percaya. Lalu
tersenyum lembut. Semakin lama semakin banyak ekspresi Galang yang aku
lihat."Makasih ya..."
"Aku yang harusnya berterima kasih. Kamu
udah dua kali nolongin aku dari orang jahat." Aku menepuk-nepuk bahu
Galang pelan. Yah.. walaupun aku masih penasaran, kenapa timingnya pas
banget ya? pas aku di ganggu, Galangnya muncul nolongin. Kayak di film
kartun super hero aja. Tapi sama sekali gak terbersit di hatiku buat
nanyain soal itu ke Galang.
"Kamu juga udah nolongin aku dari kucing kemarin." Ucap Galang dengan muka merah karena malu.
Aku tertawa. Rupanya, cuma gara-gara aku nolongin dia dari kucing, Galang berusaha ngedeketin aku supaya bisa temenan sama aku. Hal sepele yang ternyata berharga banget buat Galang.
bersambung...
bersambung...
Nurul B.S
Tidak ada komentar:
Posting Komentar